Tobias
Bagubau, ketua Lembaga Masyarakat Adat suku Wolani, Mee dan Monny (LMA
SWAMEMO) mengatakan sebanyak 30 perusahaan mengambil emas di wilayah
Degeuwo, Kabupaten Paniai, Papua.
Jubi, 18 Mei 2013 - Menurut
Tobias, perusahaan-perusahaan itu ada yang mengantongi surat izin, ada
yang tidak mengantonggi surat izin operasi dari pemerintah Paniai dan
pemilik hak ulayat. Dinas pertambangan megaku, tiga perusahaan yang
mengantogi izin, masing-masing PT. Martha Maining dengan luas area 28
ha, CV.Komputer 50 ha, PT. Madinah Qurrata Air 40 ha dan PT.Kota Bara
21.000 ha. Lanjut dia, pemerintah setempat mengklaim perusahaan itu
sudah mengantongi izin.
Sementara,
kata dia, pemilik hak ulayat menggap 30 perusahaan yang sementara
beroperasi di Degeuwo, tidak mengantogi izin. “Puluhan perusahaan yang
beroperasi di sini ilegal,” kata Tobias ke tabloidjubi.com di Abepura, Kota Jayapura, Sabtu (18/5).
Dia
menuturkan, pemilik hak ulayat tak dilibatkan dalam seluruh proses
perizinan pertambangan. Perusahaan tidak pernah melakukan musyawarah
untuk melepaskan hak ulayat tanha untuk pengusaha. Pemerintah setempat
juga mengaku, perusahaan-perusahaan yang mengambil emas Degeuwo Ilegal.
Pengakuan
itu terbukti dalam surat intruksi Bupati Pania No. 543/207/Pan/09 tahun
2009 tentang penutupan lokasi pendulangan emas. Tahun 2001, mantan
gubernur Papua, Barnabas Suebu mengeluarkan instruksi No.1 tahun 2001
tentang pemberhentian kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI).
Hingga
kini, surat pengakuan itu tak mempengaruhi aktivitas pengusaha di
Degeuwo. Pengusaha berpegang pada izin-izin sepihak. Pemerintah Paniai
juga mengaku, belum ada izin yang mengakomodir semua kepentingan.
Pemerintah tak berdaya mengatasi masalah emas Degeuwo. Sumber : (Jubi/Mawel)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar